Halaman

Darurat Bahaya Dunia Anak

1 Maret 2016

"Sekolah (saat ini) tidak ubahnya "tempat" mencerabut anak dari dunianya. Karena tuntutan orang dewasa, anak-anak kita setiap hari diberi beban pekerjaan sekolah."

Awan gelap kembali meyelimuti dunia anak-anak kita. Berbagai kejadian tragis yang menimpa telah menjadikan dunia anak-anak berada pada situasi yang suram. Kekerasan, pencabulan, perdagangan manusia, hingga pembunuhan seolah tanpa jeda menimpa kelangan anak-anak.

Keprihatinan mendalam memang layak muncul. Namun,dari semua persoalan tersebut, problema yang tidak kalah seriusnya adalah, apakah benar selama ini kita sudah cukup memberikan ruang bagi anak-anak menikmati masa kanak-kanaknya? Atau sebaliknya, dunianya orang-orang dewasa yang dipaksakan kepada anak-anak?

Neil Postman dalam The Disappearance of Childhood (1994) mengatakan bahwa anak-anak adalah pesan hidup yang kita kirim ke sebuah masa yang bisa jadi tidak akan kita saksikan. Mendidik anak degnan baik sesuai fase moral mereka adalah bagian penting dari membangun sebuah masa depan. Karena itu, wajar ketika Postman begitu prihatin terhadap berbagai sinyal yang membahayakan dunia anak-anak kita, baik yang manifes maupun yang laten.

Postman begitu prihtin terhadap masa depan dunia anak-anak yang kian kehilangan roh sebagai dunianya para bocah. Dunia anak yang dibentuk orang dewasa yang memaksakan kehendak.

Keprihatinan Postman tersebut memang beralasan. Menurut Postman (1994), setidaknya ada beberapa alasan ketika orang-orang dewasa tidak lagi memiliki konsep tentang anak-anak dan ketika anak-anak kehilangan masa kanak-kanak.

Anak-anak kita dididik, dibentuk dan diciptakan dengan logika orang dewasa. Setiap hal yang menyangkut kepentingan anak-anak, orang dewasa begitu mendominasinya. Mulai selera makanan, pakaian hingga permainan dibentuk dengan langgam orang dewasa.

Iklan-iklan di media visual tentang makanan, cara berpakaian, hingga alat permainan dibentuk dengan selera dewasa. Bahkan, acara TV nasional pun hampir tidak ada yang layak dikonsumsi untuk anak-anak. Sinetron yang kelihatan bercerita tentang dunia anak-anak tapi alur cerita dan setting yang digunakan adalah ceritanya orang dewasa, seperti perkelahian, pacaran dan konflik.

Soal pilihan fashion, anak-anak kita sekarang berpenampilan sebagaimana penampilan orang dewasa. Tragisnya, dalam dunia permainan pun, anak-anak sekarang lebih memilih permainan dengan langgam dewasa seperti game online dan Playstasion.

Benar kata Postman, permainan anak-anak yang dulu dimainkan sebagai kegembiraan semata belakangan mulai melenyap. Permainan anak tidak lagi bersifat rekreatif, tetapi mulai bersifat poduktif.

Dikompetisikan dan dipertandingkan. Permainan anak tak lagi berorientasi pada keembiraan anak semata, tetapi karena kesenangan orang dewasa (orang tua) yang mendapat keuntungan berupa reputasi, citra diri dan lainnya.

Fakta tersebut memberikan gambaran bahwa seolah tidak ada lagi beda selera anak-anak dengan selera orang dewasa. Dalam soal kriminalitas pun, kejahatan anak-anak sudah tidak lagi berbeda dengan apa yang dilakukan orang dewasa.

Memalak, menganiyaya, mencuri dan ada yang melakukan berat seperti membunuh yang mulai dilakukan oleh anak-anak. Meski, sesunggunya mereka bisa jadi tidak memahami megnapa harus melakukan kekerasan pada anak lainnya.

Mencengangkan memang. Anak-anak usia sekolah telah melakukan berbagai tindakan yang hanya bisa dilakukan orang-orang dewasa. Realitas itu tentu saja memprihatinkan kita semua. Ada apa dengan dunia (k)anak-(k)anak kita? mengapa anak-anak (kita) telah berkembang melampaui dunianya sebagai seorang bocah?



Artikel diatas ditulis oleh Listiyono Santoso seorang penulis, dosen ilmu etika dan filsafat Fakultas ilmu Budaya Universitas Airlangga. Terbit di Koran Jawa Pos Edisi Senin, 29 Februari 2016 hal. 4.



Subscribe your email address now to get the latest articles from us

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Information
Terimakasih atas Komentarnya, Reply dari Admin akan dikirimkan Via Email juga, jadi cek ya Emailnya

Admin

 
Copyright © 2015. Kliping adalah.
Design by Herdiansyah Hamzah - Distributed By Blogger Templates
Creative Commons License